DIURNAL – Pembangunan pabrik pengolahan mineral (smelter) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di kawasan industri terpadu Java Integrated Industrial Port and Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, diperkirakan telah mencapai 80 persen hingga Oktober 2023.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan perusahaan ini terus menggenjot beberapa pekerjaan guna penyelesaian konstruksi fisik pada akhir Desember 2023, kemudian akan melalui tahap pre-commissioning dan commissioning.
“Setelah beroperasi, smelter kedua ini akan mencapai kapasitas produksi penuh pada Desember 2024,” kata Kartika, dikutip Times Indonesia, Kamis (9/11/2023).
Baru tahap konstruksi dan pembangunan fasilitas saja, smelter raksasa ini telah menyerap lebih dari 11.000 tenaga kerja, dengan kumulatif yang dapat mencapai 40 ribu tenaga kerja.
“Sebagian besar adalah orang Indonesia dan sekitar 50% [tenaga kerja] dari Jawa Timur,” kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas dalam kunjungan ke proyek smelter di Gresik, pada Januari 2023 lalu.
Smelter dengan nilai investasi US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun tersebut bakal menjadi smelter single line terbesar di dunia. Tony menyebut, anggaran yang sudah terserap dalam proyek ini mencapai Rp43 triliun per November 2023.
Smelter ini akan mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi produk 600 ribu ton katoda tembaga per tahun. Selain itu, smelter ini juga akan menghasilkan 35-50 ton emas dan 100-150 ton perak per tahun.
Prioritaskan Tenaga Kerja Papua
Mengingat smelter tersebut mengolah hasil bumi Papua, Pemerintah Provinsi Papua Tengah meminta PTFI benar-benar mengakomodir tenaga kerja asal Papua, khususnya asal Mimika apabila pabrik pemurnian itu sudah beroperasi.
Dilansir Papua60detik, Sekretaris Disnakertrans ESDM Provinsi Papua Tengah, Gunawan Iskandar, mengatakan pihaknya berencana menyurati kementerian terkait untuk mengakomodir permintaan tersebut.
“Kalau ada desakan dari kabupaten ke provinsi, nanti kita akan menyurati ke Provinsi Jawa Timur atau kementerian terkait untuk bisa mengakomodir hal ini,” katanya.
Sebelumnya, Freeport diminta harus membangun smelter di Papua untuk memastikan nilai tambah perusahaan itu berdampak efektif bagi masyarakat lokal. Hal itu pula menjadi syarat yang dijanjikan untuk memuluskan kontrak Freeport berlanjut.
Dari berbagai dinamika dan kalkulasi perusahaan akhirnya memilih membangun smelter di Gresik. Tapi, Freeport tetap harus membangun satu smelter tembaga di wilayah Papua, kendati ditengarai hanya untuk meredam tuntutan warga lokal.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut, rencana pembangunan smelter Freeport di Papua sudah masuk pembahasan final. Meski begitu, kata Bahlil, lokasi pembangunan smelter tersebut belum ditentukan.
“Iya itu sekarang ini tinggal finalisasi. Tempatnya kita belum putuskan di mana, tapi yang jelas di Papua,” kata Bahlil, dilansir Bisnis.com pada 29 Agustus 2023.
Alasan Smelter di Gresik
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menyebut ada sejumlah aspek yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan JIIPE Gresik sebagai lokasi pembangunan smelter.
Aspek itu, kata dia, berupa kesiapan lahan, perizinan, administrasi, dan bentuk dukungan infrastrukturnya. Dukungan infrastruktur dimaksud, yaitu pelabuhan, jalan, area laydown, dan ketersediaan utilitas.
Selanjutnya yang tak kalah penting, lanjut Tony, adalah pengolahan limbah, pasokan listrik, gas, dan air. Di samping itu mengkaji dari aspek ekonomi dan kemudahan jangkauan bagi para off takers.
“Kami juga punya by produk dari proses smelter. Tembaga itu ada dari by produk, ada asam sulfat, terak, dan ada gipsum,” ujar Tony.
Dengan membangun smelter di JIIPE Gresik, Tony mengatakan dapat menghemat biaya khususnya dari belanja modal perusahaan (capital expenditure/Capex). Selain itu juga menghindari atau mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan dari pembangunan smelter.