Di tengah persembunyiannya, tiba-tiba ada drone terbang nyaris sejajar tepat di atas kepalanya. Awalnya dia mengira drone itu punya KKB. Pak Rani semakin ketakutan karena khawatir KKB sudah menemukan posisinya. Tidak berhenti, drone itu terus mondar mandir tepat di atas kepala saya.
“Saya sampai menggali tanah di samping saya itu dengan maksud untuk memasukkan kepala saya agar tidak terlihat,” ujarnya.
Rupanya, drone itu menemukan jasad Suprianus, tidak jauh dari tempat pak Rani bersembunyi. Drone itu sebenarnya milik aparat keamanan, menyorot ke arah jasad Suprianus, sembari melihat kondisi sekitar untuk mencari korban lain termasuk pak Rani.
Tidak berselang lama, pak Rani mendengar semakin ramai, ada banyak suara orang. Kedengarannya pakai bahasa Indonesia. Pak Rani terus pasang telinga, menurut dia, jika mereka fasih berbahasa Indonesia maka itu aparat keamanan, jika tidak kemungkinan mereka KKB.
“Kemudian, saya mendengar ada yang kokang senjata, tiga kali bunyi saya dengar. Saya mulai yakin itu suara kokangan senjata petugas, itu sepertinya senjata laras panjang. KKB (yang menyerang kami) tidak punya senjata laras panjang,” katanya.
Pak Rani kemudian perlahan keluar dari semak-semak, semakin jelas terdengar ada keramaian di atas. Dia dengar ada yang berjalan di semak, lalu intip ternyata benar, itu petugas. Dia pun langsung memanjat tebing itu sambil teriak “tolong”.
“Salah satu petugas berlari langsung memeluk saya, dia bilang “jangan takut, kamu sekarang aman”. Saya dengar seorang petugas lainnya, dia memanggil saya (pakai bahasa Toraja) pak Rani pak Rani, saya di sini, ayo ke sini. Saya langsung berlari dan peluk kakinya sambil menangis sejadi-jadinya,” kisahnya.
Setelah ditemukan, pak Rani lantas menanyakan temannya yaitu Almarhum Suprianus yang sempat dia lihat dihajar KKB. Petugas bilang ada di belakang mobil. Pak Rani hendak melihat jasad temannya itu tapi petugas melarangnya yang kemudian memberikan dia air minum.
“Setelah itu saya kembali minta untuk melihat teman saya yang sudah tergeletak di atas bak mobil, tapi mereka lagi-lagi menahan saya. Kemungkinan aparat tidak tega jika saya melihat kondisi jasad teman saya. Petugas menggiring saya ke dalam mobil lalu mereka memeluk saya,” kisah pak Rani.