Tugas kelompok ini adalah menanam dan menjaga lingkungan agar tetap bersih. Namun, Petronela melihat peluang lainnya. Batang dan akar mangrove mampu menjaring sampah yang terbawa arus teluk. Baginya, sampah adalah sebuah berkah yang menunggu untuk dimanfaatkan.
Petronela mulai mengumpulkan berbagai jenis sampah, termasuk plastik, botol plastik, kayu, dan kawat hingga sisa kabel yang tersangkut diantara pohon bakau. Dengan kreativitasnya, ia mengubah sampah-sampah tersebut menjadi berbagai jenis kerajinan tangan yang menarik. Dia menggabungkan sampah-sampah tersebut dengan cangkang kerang dan aksesoris khas Papua.
Sampah-sampah, seperti plastik bekas sendok makan bisa ia rangkai menjadi lampion, sementara sampah kerang bisa dijadikan boneka, vas bunga, dan berbagai kerajinan lain.
Petronela bertekad untuk memberdayakan ibu-ibu di lingkungan tersebut agar bisa menjadi lebih produktif dan tidak bergantung pada penghasilan suami mereka.
Sebagai ketua kelompok usaha, Petronela bertanggung jawab untuk mengoordinasikan kegiatan kelompok, memantau produksi, dan mencari mitra kerja dari luar untuk mendapatkan peralatan dan bahan kerajinan. Ibayauw dibentuk pada tahun 2019 dan saat ini memiliki 15 anggota. Kelompok ini juga mengajak perempuan pensiunan pegawai untuk bergabung.
Ibayauw telah berhasil memproduksi berbagai produk kerajinan tangan, termasuk topi, anting, kalung, gelang, gorden, jepit rambut, vas bunga, dan banyak lagi. Harga produk-produknya pun terjangkau, mulai dari Rp10.000 hingga Rp 300.000 untuk produk yang lebih besar.
Kegiatan dari Ibayauw telah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dinas sosial, BRI, dan pemerintah desa. “Bantuan kepada kami mulai beragam, termasuk dari perbankan yang memberikan kami modal mengembangkan usaha,” jelasnya.
Meskipun bantuan biasanya berupa peralatan dan bahan, bantuan dari bank pelat merah yang berupa uang tunai itu mampu digunakan sebagai modal kelompok usaha.
Produk Ibayauw telah melewati batas Papua, dengan permintaan produk datang dari berbagai daerah, termasuk Jawa. Petronela dan anggota kelompoknya membuktikan, mereka mampu menciptakan penghasilan yang berarti, mencapai Rp15 juta dampak dari adanya kelestarian mangrove. Petronela diberikan modal dari perbankan BUMN tersebut sebesar Rp25 juta saat pertama kali menerima bantuan. Kelompoknya juga dibina dalam melakukan pengolahan dana tersebut sehingga modal tidak terbuang habis.
Dari mengenal usaha, Petronela kemudian mulai mengembangkan turunan mangrove secara langsung. Selain menjadi benteng alami melawan erosi pantai dan kawasan perlindungan bagi berbagai jenis fauna laut, mangrove juga memiliki potensi besar sebagai sumber produk ekonomi yang beragam, mulai dari sirup hingga hand sanitizer.
Salah satu koki hutan Papua Charles Toto juga turut menjelaskan manfaat mangrove yang tengah dikembangkan Mama Nela menjadi sirup, es krim makanan, dan hand sanitzer.
Menurut Charles, beberapa spesies mangrove, seperti Rhizophora mangle atau Avicennia germinans, menghasilkan bunga yang manis dan bisa diolah menjadi sirup yang lezat.
Sirup mangrove telah menjadi produk unik di beberapa daerah pesisir. Rasanya yang khas memberikan peluang untuk industri makanan dan minuman yang inovatif, termasuk penggunaannya sebagai pemanis alami pada minuman dan makanan.
Bahkan, beberapa produsen es krim telah mulai menggunakan ekstrak mangrove dalam pembuatan es krim mereka. Ekstrak mangrove dapat memberikan rasa yang segar dan asam, membuat es krim menjadi produk yang lebih menarik dan eksotis. Selain itu, ekstrak mangrove juga mengandung senyawa antioksidan yang sehat. Mama Nela memiliki produknya di Desa Enggros.
Produk turunan mangrove sering kali mengandung bahan kimia yang keras dan dapat mengeringkan kulit. Di sinilah tempat ekstrak mangrove masuk. Ekstrak mangrove telah digunakan dalam pembuatan hand sanitizer alami yang tidak hanya efektif membunuh kuman, tetapi juga merawat kulit tangan. Hal ini menjadikan produk ini lebih ramah lingkungan dan sehat.
Untuk meluaskan pasar, Mama Nela kerap memasarkan produk-produk olahannya ketika ada acara adat, dengan harapan banyak masyarakat mulai mengenal manfaat mangrove secara langsung jika mereka tidak tinggal di pesisir pantai.
Ketekunan Petronela tidak hanya mampu menyelamatkan lingkungan. Lebih dari itu, melalui kelompok usahanya, ia mampu menggerakkan perekonomian desa.