Timika, Papuadaily – Pemerintah Provinsi Papua diminta segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang kendaraan online berbasis aplikasi menyusul polemik dengan angkutan umum konvensional akibat perbedaan perlakuan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua selaku kuasa hukum Forum Angkutan Umum Papua, menyebut kemajuan teknologi termasuk di bidang transportasi telah membawa kemudahan sekaligus mimpi buruk bagi angkutan umum konvensional.
“Diperlukan aturan hukum atau regulasi yang dapat menetralkan pertentangan yang terjadi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Direktur LBH Papua Emanuel Gobay kepada Papuadaily, Jumat (2/8/2024).
Emanuel Gobay mengatakan, tidak adanya regulasi yang mengatur angkutan konvensional dan angkutan online telah melahirkan peristiwa memilukan. Mulai dari hilangnya pendapatan angkutan konvensional hingga perlakuan diskriminasi kepada mereka yang menuntut keadilan soal aturan yang setara.
“Selain itu, akibat kekosongan regulasi terkait angkutan umum online sering memicu konflik antara sopir angkutan umum konvensional dengan angkutan umum online di jalanan,” katanya.
Polemik ini, kata Gobay, dipicu perbedaan perlakukan dimana angkutan umum konvensional dibebankan biaya pajak trayek, uji kelayakan kendaraan, pembayaran perpanjangan STNK dan SIM. Sementara angkutan online tidak membayar pajak trayek dan uji kelayakan.
Di samping itu, pengemudi angkutan umum konvensional adalah mereka yang benar-benar menggantungkan hidup terhadap mata pencaharian tersebut. Sedangkan angkutan online rata-rata mereka hanya mencari pemasukan tambahan.
“Pengemudi angkutan online hanya menjadikan aktivitas ini sebagai pekerjaan tambahan dari pekerjaan pokok mereka yang beragam mulai dari honorer, karyawan swalayan dan pekerjaan lainnya,” kata Gobay.
Pada 12 Juni 2024 lalu, pengemudi angkutan umum konvensional dalam 16 trayek taxi konvensional di kota Jayapura bersama pengemudia taxi bandara dan pengemudi rental mobil, tergabung dalam Forum Angkutan Umum Papua berunjuk rasa menyoroti ketimpangan atas hadirnya angkutan online.
Mereka di antaranya menuntut Pemprov Papua menjalankan kesepakatan tarif ambang atas dan ambang bawah, menjalankan kesepakatan tentang jumlah armada online, menertibkan kendaraan online secara menyeluruh.
Kemudian, mendesak Pemprov Papua segera membentuk peraturan gubernur dan peraturan daerah tentang pembatasan kendaraan online, menjalankan kesepakatan batas wilayah trayek pengantaran dan drop di bandara.
“Apabila pemerintah provinsi Papua tidak menjalankan point 1, 2, 3, 4, dan 5 maka, kami mendesak pemerintah segera menghapus aplikator-aplikator kendaraan berbasis online,” bunyi tuntutan terakhir dari aksi tersebut.
Pemprov Papua telah menjawab tuntutan itu dengan menetapkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor: 188.4 / 147 Tahun 2024 tentang penetapan tarif angkutan sewa khusus. Sebagai tindaklanjutnya, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua telah membuat draf penetapan tarif.
Ketentuan itu telah memasuki tahap sosialisasi ke pihak Forum Angkutan Umum Papua dan Angkutan Online (Angkutan Sewa Khusus) serta Dinas-dinas terkait di sembilan kabupaten/kota wilayah Provinsi Papua. Adapun tariff yang ditetapkan, yakni tarif batas atas per kilometer Rp7.700, tarif batas bawah per kilometer Rp5.500 rupiah dan tarif maksimal per kilometer Rp33. 275.
Sayangnya, hingga Agustus 2024 setelah memasuki tahap sosialisasi, aturan tersebut belum juga diterapkan di lapangan. “Atas dasar itu, kami simpulkan bahwa SK Gubernur Provinsi Papua Nomor: 188.4 / 147 Tahun 2024 tentang penetapan tarif angkutan sewa khusus belum terimplementasi,” kata Gobay.
Karena itu, LBH Papua selaku kuasa hukum para sopir angkutan umum konvensional yang tergabung dalam Forum Angkutan Umum Papua, pertama mendesak Pemerintah Propinsi Papua segera bentuk Peraturan Daerah tentang Kendaraan Online.
Kedua, Kepala Dinas Perhubungan Propinsi Papua segera Implementasikan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor : 188.4 / 147 Tahun 2024 tentang penetapan tarif angkutan sewa khusus.
Ketiga, pemilik aplikasi kendaraan online segera implementasikan SK Gubernur Provinsi Papua Nomor : 188.4 / 147 Tahun 2024 tentang penetapan tarif angkutan sewa khusus.
Keempat, Ketua Komnas HAM RI maupun Komnas HAM Perwakilan Papua untuk memantau mengawal proses perjuangan sopir-sopir konvensional sebagai bagian dari pemenuhan terhadap HAM.