LIMA tahun lalu Indonesia resmi menggenggam mayoritas saham PT. Freeport Indonesia sebesar 51,2% setelah membeli hak partisipasi PT. Rio Tinto dan 5,4% kepemilikan saham Freeport McMoRan Inc. (FCX), melalui perjanjian divestasi yang diteken pada 27 September 2018 lalu.
Divestasi itu terwujud antara lain dengan adanya perjanjian para pihak pada tanggal 12 Januari 2018 di mana Pemda Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PTFI sebesar 10%.
Saham 10% untuk Papua tertuang dalam kepemilikan 26,24% PT Inalum (Persero) atau MIND ID dan 25% PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM). Untuk mengalihkan bagian saham ke BUMD Papua, Inalum akan melepas sahamnya di PT IPMM sebesar 40%.
Dengan demikian, Pemda Papua diwajibkan membentuk BUMD untuk mengelola dividen tersebut. Beberapa waktu lalu Pemerintah Provinsi Papua pun telah membentuk BUMD lewat PT Papua Divestasi Mandiri untuk merealisasi kepemilikan saham di PTFI.
Ada pun 10% saham tersebut dibagi masing-masing 3% Pemprov Papua dan 7% Pemkab Mimika. Jatah untuk Pemkab Mimika kabarnya akan direalisasi lagi untuk masyarakat adat pemilik hak ulayat sebesar 4%.
Kendati begitu, hingga kini Pemprov Papua dan Pemkab Mimika belum menerima dividen sama sekali sejak lima tahun pasca divestasi. Bupati Mimika Eltinus Omaleng bahkan harus bertandang ke Kemendagri untuk mempertanyakan hal itu pada 4 Oktober 2023 lalu.
“Papua memang sudah mendapat jatah 10% saham PTFI yang akan dibagi ke provinsi 3% dan kabupaten 7%, namun sampai sekarang pemerintah kabupaten belum mendapat saham yang sudah disepakati itu,” kata Omaleng.
Tak Semua Dividen untuk Cicilan
Saham Pemerintah Daerah Papua dikelola oleh perusahaan konsorsium bersama PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60% sahamnya dimiliki oleh Inalum dan 40% sisanya dikuasai oleh BUMD Papua.
Sesuai skema yang disepakati, Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar US$819 juta yang dijaminkan dengan saham 40% di IPPM. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut.
Namun perlu diketahui, dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan, dan tetap akan ada pembayaran tunai yang diterima oleh pemerintah daerah. Karena itu, Pemkab Mimika menganggap belum terealisasinya dividen kepada pemerintah daerah sangat tidak fair.
“Sampai sekarang pemerintah kabupaten belum mendapat saham yang sudah disepakati itu. Kami menganggap 7% saham untuk Mimika sudah tidak ada,” kata Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
MIND ID Terima Rp14 Triliun
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menyebut telah menyetor dividen kepada MIND ID pada 2022 mencapai US$ 900 juta atau sekitar Rp 14 triliun.
“Biaya untuk akuisisi Freeport itu US$ 3,85 miliar. Sampai saat ini, kami sudah memberikan dividen kepada MIND ID itu US$ 900 juta,” kata Tony dilansir CNBC Indonesia, Selasa (27/12/2022).
PTFI, kata Tony, memperkirakan akan memberikan setoran dividen lebih banyak lagi kepada MIND ID ke depan. Ditaksir pada 2023 ini PTFI akan memberikan dividen hingga US$ 1,6 miliar atau setara Rp25 triliun.
Tony meyakini penerimaan dividen akan terus melejit. Pada 2024 perusahaan diperkirakan akan menyetor hingga US$ 1,6 miliar kepada pemerintah. Dengan demikian, menurut dia, biaya akuisisi MIND ID atas kepemilikan saham PTFI sudah lunas bahkan melebihi dari nilai akuisisi US$ 3,85 miliar, pada 2024 mendatang.
“Tahun depan itu sekitar US$ 1,5 miliar hingga US$ 1,6 miliar apabila harga tembaga di sekitar US$ 4 (per pon). Dan tahun 2024 juga sekitar US$ 1,6 miliar. Jadi, kalau ditotal sampai 2024 itu sudah lebih dari US$ 3,85 miliar. Sehingga itu sudah bisa dibilang lunas,” paparnya.
Pada 2020, Direktur Utama PT Inalum (Persero) atau MIND ID yang saat itu dijabat oleh Orias Petrus Moedak mengatakan kinerja perusahaan memang menurun selama 1-3 tahun pasca divestasi.
Kendati dia menyebut sejak tahun 2021 sudah ada penerimaan dividen meski nilainya belum mencapai US$ 1 miliar. Sesuai estimasi, mulai tahun 2023 dividen yang akan diterima sebesar US$ 1 miliar atau senilai Rp 14 triliun.
“Sejak 2023 dalam 3 tahun setelah itu kita bisa payback. Sebenarnya tahun 2021 sudah ada penerimaan, tapi belum US$ 1 Miliar, 2025 sudah kita dapatkan,” ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, 22 Januari 2020.