Timika, Papuadaily – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras peristiwa penembakan yang menewaskan tiga warga sipil di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Pegunungan, Selasa 16 Juli 2024.
Penembakan tiga warga yang dituduh sebagai OPM memicu kerusuhan di Puncak Jaya keesokan harinya, Rabu (17/7/2024), diduga dilakukan prajurit TNI AD dari Satuan Tugas Batalyon Infanteri Raider Khusus 753/Arga Vira Tama.
Koalisi menghimpun informasi bahwa peristiwa bermula ketika salah seorang petinggi TPNPB-OPM Terinus Enumbi, terlihat sedang berada di sekitar wilayah Distrik Muara tepatnya di kampung Karubate sekitar pukul 08.00 malam waktu setempat.
Satgas Yonif Raider Khusus 753/AVT kemudian melakukan pengejaran terhadap Terinus Enumbi menggunakan sekitar 3 kendaraan militer. Ketika di depan SD YPPGI Distrik Mulia, aparat militer langsung menembak Terinus. Namun Terinus berhasil lolos.
Sayangnya, pengejaran itu menyebabkan 3 warga sipil non-kombatan tertembak dan meninggal dunia. Ketiga korban adalah Dominus Enumbi, Tonda Wanimbo dan Pemerinta Morib (Kepala Kampung Porbalo, Distrik Dokome, Puncak Jaya).
“Penggunaan senjata api tersebut dilakukan di wilayah pemukiman warga, Koalisi menilai tindakan tersebut sangat gegabah, ceroboh dan tidak terukur dan merupakan pelanggaran hak hidup dan rasa aman yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi, UU HAM, serta berbagai konvensi yang telah diratifikasi Indonesia,”
Koalisi juga menyoroti pernyataan Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan bahwa ketika proses penangkapan berlangsung, sempat terjadi baku tembak yang menyebabkan ketiga korban yang dituduh sebagai anggota OPM tersebut meninggal dunia.
“Kami melihat bahwa klaim TNI dilakukan secara sepihak tanpa didahului dengan investigasi dan bukti yang memadai. Kami menduga klaim tersebut sebagai upaya untuk mengaburkan masalah dan membebaskan Prajurit TNI dari hukuman,”
Di samping itu, Koalisi mencatat sejak Januari hingga Juli 2024 setidaknya sebanyak 1837 personil telah diterjunkan ke Papua dengan rincian 100 personil berasal dari Kepolisian dan 1737 sisanya berasal dari TNI.
“Banyaknya jumlah personil yang diturunkan berbanding lurus dengan banyaknya jumlah konflik yang terjadi. Di periode yang sama dengan penerjunan aparat militer tersebut, setidaknya telah terjadi 24 peristiwa kekerasan yang menyebabkan 12 korban meninggal dunia, 22 korban luka-luka, dan 95 orang ditangkap,”
Menurut Koalisi, peristiwa ini merupakan ekses buruk dari pendekatan keamanan dalam penanganan persoalan di Papua yang berimplikasi pada meluasnya eskalasi konflik hingga berujung pada kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Serta menimbulkan kerugian materil dan imateril pada orang papua asli. Oleh karena itu Pendekatan Keamanan tidak akan bisa menjawab akar permasalahan di Papua,”
Situasi keamanan akan selalu mencekam di Papua, terlebih dengan penambahan pasukan TNI/POLRI non-organik dan pelaksanaan tugas di Papua yang tidak dibuat berdasarkan kebijakan politik Negara, apalagi sejak tahun 1998 Papua sudah tidak berstatus sebagai Daerah Operasi Militer.
“Kami menilai Situasi ini berhubungan erat dengan peningkatan angka konflik dan kekerasan disana,”
Karena itu, Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI dalam waktu dekat harus melakukan evaluasi secara total dan menyeluruh terhadap pendekatan keamanan yang selama ini diterapkan di Papua dan lebih mengedepankan pendekatan dialog setara.
Kedua, Koalisi mendesak Presiden Jokowi menarik seluruh pasukan TNI-Polri non-organik di Papua yang tidak dibuat berdasarkan kebijakan politik Negara.
Ketiga, mendesak Presiden Jokowi melalui Kapolri memerintahkan Kapolda Papua segera melakukan penyelidikan dan penyidikan secara transparan dan akuntabel terkait peristiwa penembakan yang mengakibatkan 3 warga sipil meninggal dunia.
“Dan memastikan para tersangka dari TNI yang terlibat diadili di Peradilan Umum sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”
Keempat, Komnas HAM secara proaktif melakukan penyelidikan serta pemantauan atas terjadinya pelanggaran HAM pada peristiwa ini sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang yang diberikan Undang-undang HAM dan Pengadilan HAM.
Kelima, LPSK untuk aktif memberikan jaminan perlindungan dan rehabilitasi kepada keluarga korban sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan: Imparsial, KontraS, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Public Virtue, Amnesty International Indonesia, Forum de Facto, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, Setara Institute, AJI Jakarta, AlDP.