Timika, Papuadaily – Pabrik asam sulfat pada Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), di Gresik, Jawa Timur dilaporkan terbakar pada Senin (14/10/2024).
Sepekan sebelumnya, Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa) mengecam kebijakan pabrik pemurnian emas dan tembaga itu dibangun di luar daerah penghasil tambang.
Ketua Lemasa, Kerel Kum, menyebut peristiwa ini mestinya jadi peringatan bagi para pengambil kebijakan untuk mendengar tuntutan dari masyarakat pemilik hak ulayat tambang di Mimika.
“Harus jadi peringatan bagi pemerintah dan Freeport. Bahwa alam saja tidak merestui smelter itu dibangun di sana. Perlu evaluasi mendalam,” kata Karel kepada Papuadaily di Timika, Senin.
Karel sebelumnya menyebut pemilik hak ulayat tambang asal emas dan tembaga di Mimika sangat dirugikan smelter milik Freeport itu dibangun di Gresik, diluar daerah penghasil tambang.
“Potensi kami dirampas, sementara kami di sini (Mimika) banyak pengangguran (cari kerja). Semua dibawa pemerintah ke luar. Padahal kami sudah siapkan lahan untuk membangun smelter di Mimika,” katanya.
Menurut Karel, pemerintah dan Freeport sama sekali tidak menghormati pemilik hak ulayat di Mimika. Mestinya, kata dia, Freeport setidaknya mempertimbangkan secara matang aspirasi masyarakat sebelum membangun smelter di luar Mimika.
“Kami merasa dirugikan sekali, kami kesal dan marah. Semua potensi pendapatan ini ditarik semua ke luar. Kalau seperti itu, kenapa ada pemerintah daerah di sini. Padahal kami mendukung smelter dibangun di Mimika,” kata Karel.
Karel menyebut kekayaan alam Papua di Mimika benar-benar sudah dikuras tanpa sisa. “Kalau memang barang-barang ini semua, hasil Freeport sampai dengan sampah-sampah ini dibawa kelola di sana, berarti kami ini bukan negara Indonesia,” ucapnya.