Komisi II DPR Sebut Putusan MK Bakal Ubah Konstalasi Politik di Daerah

Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan, Selasa 20 Agustus 2024

Timika, Papuadaily – Komisi II DPR RI menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan Pilkada bakal mengubah konstalasi politik di daerah yang telah memasuki detik-detik pendaftaran calon.

“Tentu ini akan mengubah balik dari perspektif politik akan merubah konstalasi politik,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia di Munas Golkar, JCC, Selasa (20/8/2024) dilansir CNN Indonesia.

Kendati begitu, Doli tak dapat memastikan dinamika politik yang akan terjadi. Pasalnya, putusan MK ini benar-benar mendesak mengingat hanya menyisahkan tujuh hari jelang pendaftaran calon kepala daerah pada 27 Agustus 2024.

“Persoalannya apakah dalam sisa tujuh hari ini akan baik atau tidak gitu ya,” ujarnya.

Menyikapi situasi ini, Komisi II DPR langsung berkoordinasi dengan KPU dan telah menjadwalkan rapat dengar pendapat yang bersifat mendesak.

“Kita sudah jadwalkan hari Senin tanggal 26 besok itu akan ada RDP yang memang akan membahas tiga rancangan PKPU dan dua rancangan Perbawaslu,” katanya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik mengatakan, pihaknya segera mempelajari putusan tersebut. Pasalnya, keputusan MK bersifat final dan mengikat.

“Setelah KPU mempelajari semua amar putusan terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR,” kata Idham dilansir kantor berita Antara.

KPU belum dapat memastikan adanya revisi atau tidak dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Pilkada. Namun, KPU fokus pada pasal yang dinyatakan MK inkonstitusional.

“Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahkamah biasanya menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma,” jelasnya.

Putusan MK

MK mengabulkan gugatan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Dalam putusannya, hakim konstitusi menilai Pasal 40 Ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Pasal tersebut mensyaratkan pasangan calon kepala daerah harus diusung partai politik atau gabungan partai dengan perolehan 25 persen suara atau 20 persen kursi DPRD. Dimana ketentuan ini hanya berlaku bagi partai yang memperoleh kursi di DPRD.

Dalam putusan MK, partai yang tidak memperoleh kursi (non seat) di DPRD tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat persentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Aturan itu tertuang dalam Pasal 40 Ayat (1) yang diubah MK.

Berikut putusan MK soal Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Untuk mengusulkan calon gubernur-wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT sampai 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT 2-6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT 6-12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Untuk mengusulkan calon bupati-wakil bupati atau calon wali kota-wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT sampai 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 250-500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 500 ribu-1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.