Timika, Papuadaily – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyebut PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Jayapura terbukti melanggar aturan BUMN terkait pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.
LBH Papua selaku kuasa hukum karyawan korban PHK PT Pos cabang Jayapura meminta majelis hakim pemeriksa perkara No : 17 / Pdt.Sus-PHI / 2024 / PN Jap membatalkan surat PHK dan memerintahkan PT. Pos cabang Jayapura mempekerjakan kembali karyawannya.
“Sidang PHK antara karyawan PT. Pos Indonesia melawan manajemen PT. Pos Indonesia di Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Klas Ia Jayapura tinggal menununggu putusan akhir,” kata Direktur LBH Papua Emanuel Gobay kepada Papuadaily, Selasa (30/7/2024).
Dalam tiga kali persidangan sebelumnya, LBH Papua menemukan fakta hukum dimana Manajemen PT. Pos Indonesia telah melakukan beberapa pelanggaran aturan internal maupun perundang-undangan dalam melakukan PHK.
“Dalam persidangan, pihak manajemen PT. Pos Indonesia hanya menghadirkan alat bukti surat tanpa menghadirkan alat bukti saksi. Sementara Karyawan PT. Pos Indonesia menghadirkan alat bukti surat dan juga alat bukti saksi,” kata Gobay.
Berdasarkan bukti-bukti di persidangan, manajemen PT. Pos Indonesia Cabang Jayapura tidak pernah memberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga kepada karyawannya sebelum melakukan PHK.
“Sehingga, jelas-jelas dalam kasus PHK ini membuktikan bahwa manajemen PT. Pos Indonesia melanggar perintah Pasal 81 angka 42 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf k UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Direksi PT Pos Indonesia No : KD.016/Dirut/0323 tentang Peraturan Tata Tertib dan Disiplin Kerja Karyawan,” papar Gobay.
Selain itu, sebut Gobay, manajemen PT Pos Indonesia cabang Jayapura diskriminatif dalam melakukan PHK. Dimana beberapa pelaku penggelapan anggaran kantor PT. Pos Indonesia yang jumlahnya ratusan juta rupiah tidak diberikan sanksi PHK, sementara yang jumlahnya hanya ratusan ribu rupiah diberikan sangksi PHK.
“Fakta ini jelas-jelas menunjukkan adanya diskriminasi yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” sebutnya.
Selanjutnya, manajemen PT Pos Indonesia cabang Jayapura memutuskan hubungan kerja sebelum putusan PHI dan tidak memberikan hak-hak apapun kepada karyawan selama proses perselisihan ini masih bergulir.
“Itu membuktikan bahwa PT. Pos Indonesia cabang Jayapura melanggar Pasal 151 ayat (3), UU No 13 Tahun 2003 junto Pasal 39 ayat (3), PP No 35 Tahun 2021 junto Pasal 153 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 dan aturan internal Pasal 1 ayat (8), Surat Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia No : KD. 010/DIRUT/2023 tentang PHK di lingkungan Pos Indonesia (Persero),” katanya.
Di samping itu, orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua sesuai pendidikan dan keahliannya sebagaimana diatur pada Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) UU No 2 Tahun 2021.
“Namun dalam kasus PHK terhadap karyawan PT. Pos Indonesia yang merupakan Orang Asli Papua tidak menjalankan perintah Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) UU No 2 Tahun 2021,” kata Gobay.