Opini  

Surat Terbuka Papua Barat ke Komisaris Utama Freeport McMoRan

Kepada Yang Terhormat:
Presiden Komisaris Utama PT. Freeport McMoRan (Tuan Richard Adkerson)
Di – Phoenix – Arizona, Amerika Serikat.

Salam Perdamaian Dunia dari Tanah Perjanjian di Ujung Bumi Negeri Matahari Terbit Irian Barat (Papua Barat).

Sehubungan dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, terkait pembelian 51% saham dan penguasaan mayoritas saham PT. Freeport McMoRan oleh Indonesia, serta rencana Indonesia untuk memperpanjang kontrak karya hingga sumber daya alam di Irian Barat habis dan PT. Freeport McMoRan akan memberikan tambahan 10% saham kepada Indonesia, sehingga Indonesia menguasai 61% saham PT. Freeport McMoRan. Hal ini adalah bukti nyata adanya Kejahatan Internasional.

Berdasarkan Perjanjian Kontrak Karya Pertama antara PT Freeport McMoRan dengan Negara Irian Barat dan Rakyat Irian Barat, selama 30 tahun (1967 – 1997) yang ditandatangani oleh Pendeta Stefanus Samberi pada tanggal 7 April 1967.

Saya, sebagai cucu tertua dari Pendeta Stefanus Samberi, mewakili Negara Irian Barat dan Rakyat Irian Barat (Papua Barat) sebagai pemegang saham mayoritas PT Freeport McMoRan, dengan ini mengajukan beberapa tuntutan kepada Anda, Bapak Richard Adkerson:

1. Kami mendesak untuk pengembalian saham mayoritas PT Freeport McMoRan, yang seharusnya dimiliki oleh Negara Irian Barat dan Rakyat Irian Barat (Papua Barat).

2. Nama PT Freeport Indonesia harus diubah menjadi PT Freeport Irian Barat

3. Direktur Utama PT Freeport Irian Barat harus diisi oleh penduduk asli Irian Barat (Papua Barat).

4. Pengusaha asli Irian Barat (Papua Barat) harus diprioritaskan dalam kerjasama dengan PT Freeport Irian Barat.

5. Setidaknya 80% karyawan PT Freeport West Irian harus berasal dari penduduk asli Irian Barat (Papua Barat).

Kami yakin bahwa dengan memenuhi tuntutan ini, kami sebagai penduduk asli West Irian (Papua Barat) akan mengambil tanggungjawab penuh atas operasi berkelanjutan PT Freeport McMoRan di wilayah kami.

Kami mengucapkan terima kasih atas pengertian dan kerjasama Anda dalam mempertimbangkan tuntutan yang kami ajukan.

Sejarah adalah integral bagi kehidupan bangsa!

Kami, sebagai cucu tertua dari Pendeta Stefanus Samberi, dengan tegas menyatakan bahwa perselisihan yang melanda Wilayah Irian Barat (Papua Barat) pada tahun 1960-an telah diselesaikan melalui Perundingan Geopolitik Internasional Tingkat Tinggi antara Pendeta Stefanus Samberi sebagai perwakilan Negara Irian Barat dan Rakyat Irian Barat dengan semua pihak negara yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik terhadap sumber daya alam Irian Barat.

Berikut adalah Sejarah Perjuangan Pendeta Stefanus Samberi, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah Irian Barat yang telah diakui oleh PBB dan negara-negara anggotanya:

1. TRIKORA (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961.

2. Perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962, yang ditandatangani oleh Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda sebagai pihak kontrak, bukan sebagai pemilik Irian Barat. Perjanjian ini dicatat sesuai Pasal 102 Piagam PBB dan menghasilkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1752 tanggal 21 September 1962, yang menetapkan Irian Barat sebagai Wilayah Tanpa Pemerintahan Sendiri dan termasuk dalam daftar Komisi Khusus PBB untuk Dekolonisasi (C-24).

3. Perjanjian Roma, ditandatangani oleh Pendeta Stefanus Samberi pada tanggal 30 September 1962, yang menghasilkan Resolusi Khusus PBB (Rahasia Internasional). Perjanjian ini menetapkan batas waktu 25 tahun (1963 – 1988) untuk Kontrak Kerja. Tugas utama Indonesia adalah meningkatkan pendidikan, memberantas buta huruf, dan memajukan pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi bagi masyarakat Irian Barat.

4. Perjanjian Kontrak Karya Pertama antara PT Freeport McMoRan dengan Negara Irian Barat dan Rakyat Irian Barat, ditandatangani oleh Pendeta Stefanus Samberi pada tanggal 7 April 1967, dengan durasi 30 tahun (1967 – 1997), yang menghasilkan Resolusi Khusus PBB. (Rahasia International)

5. Pada tanggal 17 Agustus 1968, Pendeta Stefanus Samberi dilantik sebagai Ketua Gerakan Merah Putih Khusus Irian Barat oleh Presiden kedua Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta, dengan persetujuan PBB.

• Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13566/7/68.

• Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 035/TK/Tahun 1968, tanggal 17 Agustus 1968.

6. Pendeta Stefanus Samberi merupakan tokoh utama dalam pencetus PEPERA.

• Pada bulan Januari 1969, Pendeta Samberi atas nama Gerakan Merah Putih Khusus Irian Barat mengunjungi Belanda untuk membahas perubahan implementasi Penentuan Nasib Sendiri (PENASE) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), yang disetujui 100% sepenuhnya oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.

7. Pendeta Stefanus Samberi adalah tokoh tonggak sejarah suksesnya PEPERA yang berlangsung dari tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969.

• Dewan Musyawarah PEPERA terdiri dari 1.024 anggota Gerakan Merah Putih Khusus Irian Barat, dengan Pendeta Samberi sebagai Ketua, sehingga total menjadi 1.025 anggota.

• Pada akhir PEPERA di Jayapura, Pendeta Samberi berbicara atas nama 4.000 veteran, seluruh janda, dan anggota Gerakan Merah Putih Khusus Irian Barat yang berjumlah 160.000 orang.

8. Sejarah Perjuangan Pendeta Stefanus Samberi menjadi dasar lahirnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tanggal 19 November 1969.

Sungguh ironis, pada tanggal 13 April 1983, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan pembunuhan terhadap Pendeta Stefanus Samberi setelah pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia (Soeharto) di Istana Merdeka, Jakarta.

Nama dan sejarah nyata perjuangan Pendeta Stefanus Samberi telah disamarkan dan dimanipulasi oleh NKRI. Hal ini merupakan akar masalah Irian Barat (Papua Barat).

Penulis:

Yakobus D. Samberi (Jacky Papua)

• Cucu tertua dari Pendeta Stefanus Samberi, pemegang Kartu PBB nomor 206.

• Ketua Tim Netral Papua Bersatu.